Selamat Datang di Website Pendidikan Islam Kab. Alor | Kawasan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK), Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM)

Jangan Asal Tugaskan! Beban Kerja ASN Harus Diukur, Bukan Diasumsikan - PENDIS ALOR

Info Terkini

Jangan Asal Tugaskan! Beban Kerja ASN Harus Diukur, Bukan Diasumsikan

Jangan Asal Tugaskan! Beban Kerja ASN Harus Diukur, Bujan Diasumsikan

Pendis Alor (Opini) – Di balik wajah birokrasi yang tampak tenang, kadang tersembunyi dinamika yang kompleks — terutama soal distribusi tugas di antara para Aparatur Sipil Negara (ASN). Tidak jarang kita mendapati ASN yang kewalahan oleh tumpukan pekerjaan, sementara di sisi lain ada pegawai yang justru kelebihan waktu luang. Ketimpangan ini bukan hal baru. Bahkan sering dianggap “biasa saja”. Tapi justru karena dibiasakan, maka ketimpangan itu menjadi sistemik.

Dalam praktik sehari-hari, pembagian tugas di banyak instansi seringkali dilakukan berdasarkan asumsi semata: siapa yang terlihat mampu, siapa yang bisa diandalkan, maka dialah yang diberi tugas lebih. Siapa yang tidak banyak mengeluh, akan terus diberi beban tambahan. Cara seperti ini seolah pragmatis, tapi dalam jangka panjang justru akan merusak sistem kerja instansi. Kerja tanpa ukuran menghasilkan ketimpangan, dan ketimpangan menciptakan ketidakadilan.

Mengapa Analisis Beban Kerja Itu Penting?

Analisis beban kerja (ABK) merupakan pendekatan sistematis untuk mengetahui seberapa banyak tugas yang diemban oleh setiap pegawai, berapa waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya, dan apakah beban itu sesuai dengan kapasitas serta kompetensinya. ABK tidak hanya menjadi dasar distribusi tugas, tetapi juga menjadi pijakan dalam menentukan kebutuhan formasi, pengembangan kapasitas, hingga evaluasi kinerja.

Tanpa ABK, manajemen SDM di lingkungan birokrasi akan berjalan tanpa arah. Lebih parah lagi, tugas-tugas ASN akan ditentukan oleh pendekatan personal, bukan profesional. Di sinilah potensi ketimpangan muncul. Pegawai dengan beban berat bisa mengalami kelelahan kerja (burnout), stres, dan penurunan kinerja. Sementara yang kekurangan tugas bisa kehilangan motivasi, merasa tidak dibutuhkan, dan tidak berkembang.

Kondisi Terkini: Ledakan ASN PPPK dan Ancaman Penumpukan

Situasi ini menjadi semakin penting untuk diperhatikan dalam konteks saat ini. Dengan adanya pengangkatan besar-besaran ASN Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), potensi terjadinya penumpukan pegawai dalam satuan kerja makin nyata. Banyak satuan kerja kini memiliki jumlah ASN yang lebih banyak dibanding sebelumnya, namun distribusi tugasnya belum sepenuhnya merata dan berbasis kebutuhan riil.

Jika tidak segera dilakukan pemetaan beban kerja secara menyeluruh dan objektif, maka kehadiran ASN PPPK justru bisa menambah masalah baru: banyak pegawai tanpa tugas yang jelas, sementara sebagian lainnya tetap memikul tanggung jawab berlebih. Padahal, setiap ASN, baik PNS maupun PPPK, memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk bekerja secara profesional dan berkontribusi optimal terhadap kinerja instansi.

Contoh di Lapangan

Kita bisa ambil contoh sederhana. Seorang operator madrasah di daerah terpencil harus mengelola berbagai sistem: EMIS, SIMPATIKA, RKAM, AKMI, PMP, dan lain-lain. Setiap aplikasi punya jadwal input, deadline, bahkan sanksi bila tidak dikerjakan tepat waktu. Namun, dalam struktur kepegawaian, ia tetap dianggap staf biasa dengan uraian tugas umum. Tanpa analisis beban kerja, pimpinan mungkin tak menyadari betapa besar tanggung jawab yang ia emban.

Sebaliknya, ada pegawai lain yang hanya menjalankan tugas-tugas administratif ringan, tanpa tekanan waktu atau konsekuensi. Jika situasi seperti ini tidak dibaca dengan data dan analisis yang cermat, maka akan terjadi ketimpangan kontribusi, yang pada akhirnya berdampak pada semangat kerja, kualitas layanan publik, dan produktivitas instansi.

Dampak Analisis Beban Kerja

Dengan melakukan analisis beban kerja, pimpinan instansi dapat menentukan jumlah dan jenis pegawai yang ideal di setiap unit serta menyesuaikan tugas dan tanggung jawab berdasarkan kompetensi ASN. Hal ini dapat mendorong pemerataan beban kerja, meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja serta mencegah terjadinya penumpukan tugas pada individu tertentu.

Analisis ini juga dapat digunakan untuk membangun work culture yang sehat, di mana setiap pegawai merasa dihargai sesuai kontribusinya. Ketika ASN bekerja dalam porsi yang seimbang, maka akan tercipta lingkungan kerja yang lebih kolaboratif, nyaman, dan profesional.

Penutup: Saatnya Berubah

Kita harus mulai berani mengubah paradigma lama. ASN bukanlah “alat kerja” yang bisa ditugasi tanpa batas. Mereka adalah manusia dengan keterbatasan fisik dan mental, yang membutuhkan manajemen kerja yang adil dan terukur. Jangan lagi ada pegawai yang merasa “terlalu sibuk”, sementara yang lain merasa “terlalu santai”.

Mari kita dorong setiap satuan kerja untuk menjadikan analisis beban kerja sebagai budaya, bukan sekadar proyek atau kewajiban administratif. Bekerja dengan ukuran adalah bentuk keadilan. Dan keadilan adalah fondasi dari birokrasi yang sehat.

Sudah saatnya kita berkata:
“Jangan asal tugaskan! Beban kerja ASN harus diukur, bukan diasumsikan.”


2 komentar:

  1. Opini yang luar biasa, menggambarkan kondisi rill yang sangat miris terjadi di sekitar kita.

    BalasHapus
  2. Fakta, hampir ada di semua kantor pemeritah, ada yang jadi bos ada jadi pelayan

    BalasHapus